Selasa, 31 Maret 2009

JK pilih Bang Yos atau Prabowo?

Jakarta – Lama tak terdengar, nama Sutiyoso kembali muncul ke permukaan. Ada yang coba-coba mengusungnya menjadi kandidat calon wakil presiden bagi M. Jusuf Kalla. Kecuali Bang Yos, ada pula nama Prabowo Subianto dan Wiranto yang diapungkan. Mana lebih efektif?

Tak ada angin, tak ada hujan, Sutiyoso tiba-tiba hadis dalam kampanye akbar Partai Golkar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu. Dia, pada kesempatan itu, bahkan memuja-muji Kalla, Ketua Umum DPP Partai Golkar.

“Dia figur pekerja keras dan selalu cepat mengambil sikap untuk menyelesaikan masalah. Saya sangat senang bekerja dengan orang seperti itu,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sejauh ini, Bang Yos mengaku belum pernah diajak Kalla untuk jadi cawapresnya. Tapi, pengamat politik Boni Hargens justru mendukungnya. “Wiranto dan Prabowo sangat mustahil. Dia pilihan mentok JK. Ini berkah untuk Sutiyoso. Dia punya massa, tapi tak punya jalan,” katanya.

Bang Yos memang punya massa. Dia, misalnya, jadi idola para Jakmania, kelompok pendukung Persija Jakarta. Dia juga pernah jadi Ketua Umum PB PBSI. Dia punya pendukung warga Ibu Kota. Banyak yang suka, meski tak sedikit pula yang tak suka dengannya.

Jadi, Sutiyoso? Eit, tunggu dulu. Sejauh ini, platform ekonomi Sutiyoso tidak jelas. Dia mau menuju sosialis atau kapitalis? Atau campuran keduanya? Belum jelas benar.

Prestasinya sebagai gubernur DKI belumlah luar biasa dibandingkan Ali Sadikin, sang gubernur legendaris Ibu Kota. Sutiyoso juga hanya didukung partai kecil yang kurang trengginas dan kurang berkibar dibandingkan –katakanlah-- Gerindra.

Gerindra? Para analis politik menyarankan kubu Kalla, ada baiknya wapres incumbent itu keliling Jawa, Bali, Sumatera dan Kalimantan. Maka, hampir pasti nama Prabowo lebih populer ketimbang Sutiyoso. Marwah politik Prabowo juga lebih berdenyar di sanubari massa miskin yang hampir terkapar. “Prabowo jauh lebih bergema ketimbang Sutiyoso,” kata Tisnaya Kartakusuma, pemerhati politik lulusan Sorbonne.

Prabowo sering mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mengeruk kekayaan alam demi segelintir orang. Kekayaan alam yang melimpah, sampai sejauh ini, hanya dicicipi oleh segelintir elite dan modal asing. Sedangkan 60% rakyat Indonesia yang terdiri dari petani dan nelayan tidak mendapat apa-apa. “Hal tersebut dikarenakan sistem ekonomi liberal kapitalistik yang dianut Indonesia,” kata Prabowo.

Hal ini, oleh Prabowo disebut sebagai Paradoks Indonesia. “Negara kaya dengan sumber daya alam dan keunggulan lainnya, rakyat masih miskin setelah 63 tahun merdeka,” jelas Mas Bowo, panggilan akrabnya.

Salah satu yang dapat dijadikan ukuran ekonomi Indonesia, menurut Prabowo, adalah neraca ekspor impornya. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kekayaan Indonesia yang keluar (net outflow of wealth) tanpa bisa dimanfaatkan di dalam negeri.

Seperti pada 1997-2008, terjadi net profit di mana ekspor Indonesia rata-rata US$ 25 miliar per tahun. Tapi BI pada 2009 ini menetapkan cadangan devisa Indonesia sekitar US$ 50 miliar.

“Berarti terjadi net loss of national wealth kurang lebih US$ 250 miliar. Artinya, keuntungan dan kekayaan bangsa tidak tinggal di Indonesia. Kondisi inilah yang saya nilai ada yang salah dalam sistem perekonomian kita,” beber mantan Pangkostrad.

Karena itu, wacana duet Jusuf Kalla-Prabowo muncul, melampaui diskursus JK-Sutiyoso. Pasangan JK-Bowo ini bisa saja ‘dinikahkan’, walaupun masing-masing partai pendukungnya memiliki garis yang relatif berbeda. Toh platform ekonominya serupa, yakni pemberdayaan kaum miskin, ekonomi pasar sosial, dan nasionalisme ekonomi yang memihak rakyat.

Tentu, elektabilitas JK-Prabowo tergantung dari hasil Pemilu. Jika Gerindra meraih 5-7% suara, bisa kuatlah duet JK-Prabowo ke depan, untuk menggerakkan perubahan.

Lalu, siapa yang akan mendampingi JK? Bisa Sutiyoso. Bisa Prabowo. Atau, bisa tidak keduanya. Gelindingan palung politik akan kian kencang, terutama setelah Pemilu Legislatif berlangsung, 9 April mendatang.

Sumber : inilah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar