Selasa, 31 Maret 2009

Korupsi Jalan Lingkar Kota Slawi

SLAWI - Tersangka kasus korupsi pembangunan jalan lingkar kota Slawi senilai Rp 700 juta memiliki kemungkinan bertambah lebih dari satu orang. Ini karena penyidikan masih bisa berkembang berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa.

"Masih terbuka lebar mengenai kemungkinan bertambahnya tersangka dari keterangan saksi yang diperiksa," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Slawi Samsudin, Rabu (5/11).

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Slawi baru menetapkan satu tersangka yaitu, Edy Prayitno, pada awal Mei 2008. Mantan Kepala Bagian Agraria yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Kabupaten Tegal ini diduga menyalahi prosedur pembebasan lahan pada proyek tersebut.

Terkait status tersangka yang masih menjabat menjadi pegawai di lingkungan Pemerintah Slawi, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Slawi Sriyanto HP mengatakan, akan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Namun, kami belum menerima surat mengenai penetapan tersangka dari kejaksaan," ucapnya.

Dana pembangunan jalan lingkar kota Slawi itu diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Slawi sebesar Rp 15 miliar. Rencananya, jalan tersebut dibangun sepanjang 17,5 kilometer dengan lebar 11 meter.

Pembangunan jalan tersebut ditujukan untuk memperlancar jalur transportasi di Slawi dengan rute Trayeman-Procot-Dukuhsembung-Penusupan-Dukuhsalam.

Selain kasus korupsi pembangunan jalan ini, terdapat dua kasus korupsi lainnya yang sedang masuk tahap penyidikan di Kejari Slawi antara lain, kasus tukar guling dana kas desa Tembokluwung senilai Rp 1,2 miliar dengan tersangka Rosidin dan kasus korupsi Bank Kredit Kecamatan Balapulang senilai Rp 440 juta dengan tersangka Sumarto.

Perlunya calon DGS Bank Indonesia dari internal Bank Indonesia

Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI, Endin AJ Soefihara mengatakan, presiden perlu mengajukan calon dari dalam (internal) Bank Indonesia sebagai calon deputi gubernur senior Bank Indonesia.

"Ya kan perlu juga untuk mengajukan dari dalam, biasanya kalau gubernurnya dari luar BI, deputi gubernur seniornya dari dalam," katanya.

Ia mengatakan, hal itu untuk memberikan persamaan kesempatan kepada calon-calon dari dalam BI.

Ia mengatakan, pihaknya telah mendengar calon yang diajukan Presiden Yudhoyono yaitu Dirjen Pajak Darmin Nasution dan Komisaris Bank Mandiri Gunarni Suworo sebagai calon Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia.

"Saya telah mendengarnya, tetapi kita belum melihat surat resminya, mungkin masih di pimpinan DPR," katanya.

Menurut dia, komisi XI baru akan bersidang membahas calon tersebut setelah Paripurna DPR. DPR sendiri saat ini baru masa reses.

"Baru akan ada sidang mungkin 13 atau 14 April seusai masa reses," katanya. Namun ia memastikan sebelum DPR usai menjabat pada September nanti DGS BI telah terpilih.

Ia mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan penilaian kepada kedua calon yang diajukan tersebut saat ini, karena nantinya kedua calon tersebut akan diuji dulu oleh DPR.

"Kita baru bisa menilai nanti, kebutuhan konfigurasi pemimpin seperti apa yang dibutuhkan Bank Indonesia," katanya.

Pengamat ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, kedua calon tersebut memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. "Pak Darmin Nasution ahli untuk ekonomi makro, sedangkan Bu Gunarni ahli di perbankan," katanya.

Menurut dia, BI membutuhkan orang yang memiliki keahlian di bidang perbankan, karena selama ini belum ada deputi gubernur Bank Indonesia yang berasal dari praktisi yang menguasai perbankan.

"Terlepas dari apakah untuk deputi gubernur atau deputi gubernur senior dibutuhkan orang yang ahli di perbankan," katanya.

Menurut dia, apabila Darmin Nasution yang maju menjadi deputi gubernur senior, maka ia menyangsikan kelanjutan dari pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) yang diamanatkan UU no 3/2004 tentang Bank Indonesia.

"Pak Darmin kan dulu satu tim sama Pak Boediono saat jadi Menteri Ekonomi untuk membentuk OJK, kini kalau keduanya di BI, tentu ini akan menjadi sulit, sebab apabila OJK dibentuk maka kewenangan BI untuk mengawasi perbankan akan diambil alih oleh OJK, apa mereka mau, kalau sudah di BI kan mestinya kepentingannya juga kepentingan BI," katanya.

Sumber : inilah.com

Kapan Jhonny Allen Marbun dipanggil KPK ?

Komisi Pemberantasan Korupsi tetap belum bisa memastikan apakah akan segera memanggil Jhonny Allen Marbun untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan dermaga dan bandar udara di wilayah timur Indonesia tetapi tertunda karena kampanye di daerah pemilihannya.

"KPK tidak mau mencampuri Pemilu. Pilkada saja kita tunggu sampai selesai. Kita tidak memihak kepada siapapun," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan, Bibit Samad Rianto melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (31/3 ).

Ia ditanya berkait dengan perintah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono agar Jhonny Allen berhenti kampanye dan mengutamakan panggilan KPK. SBY juga sudah memerintahkan Partai Demokrat untuk meminta Jhonny Allen, caleg Demokrat, berhenti kampanye dan memenuhi panggilan KPK.

Seperti diberitakan, Jhonny Allen tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sedang mengikuti kampanye Partai Demokrat. Dia bahkan minta agar pemeriksaan dilakukan setelah pemilu legislatif 9 April 2009.

Secara terpisah, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan, langkah KPK menunda pemeriksaan Jhonny Allen hingga pemilu legislatif berakhir 9 April nanti sudah sesuai dengan dasar hukum di KUHAP.

"Yang bersangkutan sementara ini dipanggil sebagai saksi dan KUHAP membenarkan langkah itu (menunda pemeriksaan). Berbeda jika status yang bersangkutan tersangka," ujarnya.

Sebelumnya, tersangka kasus dugaan suap Abdul Hadi Djamal kepada penyidik KPK mengatakan, Jhonny Allen ikut menerima uang dari Komisaris PT Kurnia Wira Jaya Bakti Surabaya, Hontjo Kurniawan sebesar Rp 1 miliar.

Selain itu, Anggota Komisi V tersebut mengatakan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR ini hadir dalam pertemuan di Hotel Four Seasons Jakarta 19 Februari silam. Pertemuan yang membahas kenaikan anggaran dana stimulus proyek pembangunan infrastruktur di kawasan timur Indonesia juga dihadiri anggota Panggar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu.

Kasus ini bermula dari tertangkap tangannya Abdul Hadi, Hontjo Kurniawan dan Darmawati Dareho tanggal 2 Maret lalu di kawasan Sudirman. Dalam penangkapan tersebut KPK menyita uang senilai 90 ribu dolar AS dan Rp 54,5 juta.

Sumber : kompas.com

JK pilih Bang Yos atau Prabowo?

Jakarta – Lama tak terdengar, nama Sutiyoso kembali muncul ke permukaan. Ada yang coba-coba mengusungnya menjadi kandidat calon wakil presiden bagi M. Jusuf Kalla. Kecuali Bang Yos, ada pula nama Prabowo Subianto dan Wiranto yang diapungkan. Mana lebih efektif?

Tak ada angin, tak ada hujan, Sutiyoso tiba-tiba hadis dalam kampanye akbar Partai Golkar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu. Dia, pada kesempatan itu, bahkan memuja-muji Kalla, Ketua Umum DPP Partai Golkar.

“Dia figur pekerja keras dan selalu cepat mengambil sikap untuk menyelesaikan masalah. Saya sangat senang bekerja dengan orang seperti itu,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sejauh ini, Bang Yos mengaku belum pernah diajak Kalla untuk jadi cawapresnya. Tapi, pengamat politik Boni Hargens justru mendukungnya. “Wiranto dan Prabowo sangat mustahil. Dia pilihan mentok JK. Ini berkah untuk Sutiyoso. Dia punya massa, tapi tak punya jalan,” katanya.

Bang Yos memang punya massa. Dia, misalnya, jadi idola para Jakmania, kelompok pendukung Persija Jakarta. Dia juga pernah jadi Ketua Umum PB PBSI. Dia punya pendukung warga Ibu Kota. Banyak yang suka, meski tak sedikit pula yang tak suka dengannya.

Jadi, Sutiyoso? Eit, tunggu dulu. Sejauh ini, platform ekonomi Sutiyoso tidak jelas. Dia mau menuju sosialis atau kapitalis? Atau campuran keduanya? Belum jelas benar.

Prestasinya sebagai gubernur DKI belumlah luar biasa dibandingkan Ali Sadikin, sang gubernur legendaris Ibu Kota. Sutiyoso juga hanya didukung partai kecil yang kurang trengginas dan kurang berkibar dibandingkan –katakanlah-- Gerindra.

Gerindra? Para analis politik menyarankan kubu Kalla, ada baiknya wapres incumbent itu keliling Jawa, Bali, Sumatera dan Kalimantan. Maka, hampir pasti nama Prabowo lebih populer ketimbang Sutiyoso. Marwah politik Prabowo juga lebih berdenyar di sanubari massa miskin yang hampir terkapar. “Prabowo jauh lebih bergema ketimbang Sutiyoso,” kata Tisnaya Kartakusuma, pemerhati politik lulusan Sorbonne.

Prabowo sering mempertanyakan kebijakan pemerintah yang mengeruk kekayaan alam demi segelintir orang. Kekayaan alam yang melimpah, sampai sejauh ini, hanya dicicipi oleh segelintir elite dan modal asing. Sedangkan 60% rakyat Indonesia yang terdiri dari petani dan nelayan tidak mendapat apa-apa. “Hal tersebut dikarenakan sistem ekonomi liberal kapitalistik yang dianut Indonesia,” kata Prabowo.

Hal ini, oleh Prabowo disebut sebagai Paradoks Indonesia. “Negara kaya dengan sumber daya alam dan keunggulan lainnya, rakyat masih miskin setelah 63 tahun merdeka,” jelas Mas Bowo, panggilan akrabnya.

Salah satu yang dapat dijadikan ukuran ekonomi Indonesia, menurut Prabowo, adalah neraca ekspor impornya. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kekayaan Indonesia yang keluar (net outflow of wealth) tanpa bisa dimanfaatkan di dalam negeri.

Seperti pada 1997-2008, terjadi net profit di mana ekspor Indonesia rata-rata US$ 25 miliar per tahun. Tapi BI pada 2009 ini menetapkan cadangan devisa Indonesia sekitar US$ 50 miliar.

“Berarti terjadi net loss of national wealth kurang lebih US$ 250 miliar. Artinya, keuntungan dan kekayaan bangsa tidak tinggal di Indonesia. Kondisi inilah yang saya nilai ada yang salah dalam sistem perekonomian kita,” beber mantan Pangkostrad.

Karena itu, wacana duet Jusuf Kalla-Prabowo muncul, melampaui diskursus JK-Sutiyoso. Pasangan JK-Bowo ini bisa saja ‘dinikahkan’, walaupun masing-masing partai pendukungnya memiliki garis yang relatif berbeda. Toh platform ekonominya serupa, yakni pemberdayaan kaum miskin, ekonomi pasar sosial, dan nasionalisme ekonomi yang memihak rakyat.

Tentu, elektabilitas JK-Prabowo tergantung dari hasil Pemilu. Jika Gerindra meraih 5-7% suara, bisa kuatlah duet JK-Prabowo ke depan, untuk menggerakkan perubahan.

Lalu, siapa yang akan mendampingi JK? Bisa Sutiyoso. Bisa Prabowo. Atau, bisa tidak keduanya. Gelindingan palung politik akan kian kencang, terutama setelah Pemilu Legislatif berlangsung, 9 April mendatang.

Sumber : inilah.com

Ada Musibah, Parpol Serba Salah

Slawi - Hidayat Nur Wahid meminta partai politik tidak perlu terpengaruh oleh komentar segelintir pihak yang menganggap bahwa kepedulian yang diberikan dalam membantu korban bencana sebagai aji mumpung.

"Silakan bantu korban bencana, jangan pedulikan komentar orang. Tidak ada hukum dan aturan yang dilanggar," kata Hidayat di Slawi, Jawa Tengah, Sabtu (28/3).

Hidayat menambahkan, posisi parpol serba salah. Kalau tidak datang membantu pasti disalahkan banyak pihak karena dianggap tidak peduli pada masyarakat yang kena bencana. Datang juga disalahkan karena dianggap hanya mencari simpati saja.

"Biarkan masyarakat yang menilai. Saya kira masyarakat tidak bodoh. Mereka tahu mana partai yang benar-benar peduli dan mana yang datang menjelang pemilu saja," katanya.

Untuk itu Hidayat menegaskan agar parpol tidak ragu dalam membantu masyarakat yang menjadi korban bencana. "Jangan pedulikan orang-orang yang berkomentar miring. Karena mereka juga yang akan berkomentar paling miring kalau partai tidak datang membantu," ujarnya.

Dalam kesempatan kampanye terbuka di Lapangan Dukuh Salam, Slawi, Hidayat mengajak peserta kampanye mendoakan korban bencana Situ Gintung.

"Semoga saudara-saudara kita yang meninggal dalam bencana di Situ Gintung menjadi syuhada, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Sementara untuk korban luka segera diberi kesembuhan. Dan untuk yang kehilangan harta benda, semoga Allah segera menggantikannya dengan yang lebih baik," pungkasnya.

Sumber : inilah.com

Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia baru akan segera dipilih

Jakarta - Masa jabatan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI akan berakhir pada 26 Juni. Pemerintah sudah menyiapkan dua calon untuk menggantikan Miranda. Kedua calon pengganti Miranda itu adalah mantan Ketua Perbanas Gunarni Soeworo dan Dirjen Pajak Darmin Nasution. Sementara Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono yang sebelumnya disebut-sebut menjadi calon pengganti Miranda justru tidak masuk dalam daftar nama yang diajukan pemerintah ke DPR. "Dengar-dengar sih pak Darmin dan Gunarni Soeworo," ujar sumber detikFinance di DPR, Selasa (31/3/2009). Sumber itu mengaku belum bisa memastikan karena belum melihat surat yang diajukan pemerintah ke DPR. Miranda Goeltom pada 26 Juni 2004 ditetapkan sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia berdasarkan Kepres RI Nomor 98/M tahun 2004. Masa jabatan Miranda akan habis pada 26 Juni 2009. Miranda sebelumnya menjadi Deputi Gubernur Senior menggantikan Anwar Nasution. Darmin Nasution saat ini merupakan Dirjen Pajak. Kabarnya Darmin merupakan wakil yang diajukan oleh Gubernur BI Boediono. Sementara Gunarni Soeworo bukanlah orang baru di kalangan perbankan. Gunarni merupakan bankir senior yang pernah menjadi Ketua Umum Perbanas dan Dirut Bank Niaga.

Sumber : detik.com