Minggu, 03 Februari 2008

Seputar Korupsi di Slawi

Selasa, 18 Desember 2007
SLAWI (NP) – Kepala kejaksaan negeri (Kajari) Slawi Wisnu Baroto SH MH dinilai sebagai ‘banci’, karena tidak serius mengusut dugaan korupsi penjualan tanah bengkok Desa Dukuh Salam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal. Meskipun Kades Dukuh Salam Teguh Mulyadi sudah ditahan, namun kasus penjualan tanah bengkok itu tidak diusut. Penilaian Kajari sebagai ‘banci’ itu dilontarkan puluhan massa yang tergabung dalam Komite Independen Pemantau Parlemen dan Pemerintah (Kipmentah) Kabupaten Tegal saat menggelar aksi demo di kejakasaan negeri (Kejari) Slawi, Selasa (18/12).Aksi demo yang dilakukan Kipmentah ke Kajari Slawi itu menyoal penahanan Kades Dukuh Salam, terkait dugaan penjualan tanah bengkok yang dinilai tidak prosedural sehingga sarat kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).Massa Kipmentah berorasi secara bergantian sambil mengusung pamflet yang isinya menghujat adanya aktor di balik penjualan tanah bengkok Dukuh Salam, Bagas Prakoso (mantan Kabag Pemerintahan Kabupaten Tegal) dan Abdullah Musa (pengusaha).“Kenapa hanya Kadesnya yang ditahan Kejari. Sedangkan Bagas dan Adbullah Musa tidak ditahan,” kata Ahmad Sarbini aktivis Kipmentah dalam orasinya.Hal senada juga dikatakan Anggota Kipmentah, Irwan. Menurutnya, Kajari Slawi yang sebelumnya menjabat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bersikap lebih tegas. Tetapi ternyata setelah tugas di Slawi, tak ubahnya hanya sebagai ibu PKK.Kajari Slawi, lanjut dia, tidak berani menahan aktor di balik penjualan itu karena diduga telah menikmati uang ratusan juta rupiah. “Kajari itu ‘banci’. Yang dijadikan tumbal hanya Kades,” ujar Ahmad Sarbini.Dikatakan, selama Tahun 2007, praktek tindak pidana korupsi (Tipikor) di Kabupaten Tegal semakin tidak terkendali. Sehingga harapan masyarakat agar Tipikor ditekan dan para pelakuknya ditindak dan dihukum seberat-beratnya tidak tercapai.Hanya sebatas harapan kosong yang menjadi mimpi belaka.Menurut Kipmentah, pemberantasan korupsi nampaknya tidak mendapat tempat di hati dan pikiran para pejabat eksekutif, legeslatif dan yudikatif di Kabupaten Tegal. Itu terlihat dari sangat minimnya upaya-upaya yang dilakukan dalam menekan dan meminimalisir praktek Tipikor di lingkungan masing-masing.“Kejari Slawi sebagai salah satu instansi penegak hukum yang diamanati untuk mengambil langkah kongkret, tegas dan berani, ternyata rapornya masih merah. Lebih tragis, Kejari Slawi malah belepotan dengan isu korupsi itu sendiri,” ujar Ahmad Sarbini.Kipmentah mensinyalir adanya upaya dari pelaku Tipikor yang menyusup ke kejaksaan. Sehingga kejaksaan tidak mampu buka mulut tentang para terdakwa, seperti pada kasus buku teks wajib Balai Pustaka (BP), dugaan korupsi Kali Brungut dan Komisi Pemilihan Umum daerah (KPUD).Begitu juga kepada Kades Dukuh Salam Teguh Mulyadi yang telah dikunci rapat oleh para pejabat yang terlibat sehingga dijadikan tumbal. Padahal masyarakat sudah mengerti siapa yang seharusnya diseret ke kursi pesakitan.Sementara itu Kajari Slawi, Wisnu Baroto SH MH menjawab tudingan itu mengungkapkan, seseorang dijadikan tersangka harus disertai alat bukti yang cukup, bukan asal tangkap. Pihaknya harus hati-hati sebelum punya bukti yang cukup.“Kita tidak akan memfitnah orang. Percayakan saja kepada kami, pasti akan ditindaklanjuti,” terangnya RH
Source : Kipmentah






Tidak ada komentar:

Posting Komentar